Selasa, 09 Januari 2018

Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat ( 1 )

Tags


Setelah sebelumnya saya telah membahas berlakunya hukum pidana menurut waktu, kali ini saya akan membahas mengenai berlakunya hukum pidana menurut tempat. Berlakunya hukum pidana menurut tempat diatur dalam Pasal 2-9 KUHP. Hukum pidana menurut tempat ini sangatlah penting karena dapat mengetahui sampai mana berlakunya suatu undang-undang hukum pidana dalam suatu negara apabila terjadi perbuatan pidana.

Berlakunya hukum pidana menurut tempat dibagi menjadi empat asas yakni :
1. Asas Teritorial
2. Asas Personal
3. Asas Perlindungan
4. Asas Universal

Tentang berlakunya hukum pidana menurut tempat dibatasi oleh Hukum Internasional sebagaimana dapat kita temukan dalam Pasal 9 KUHP "Berlakunya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan, yang diakui dalam hubungan antar negara". Negara Indonesia juga merupakan anggota masyarakat Internasional. Dengan demikian Negara kita juga harus turut serta dalam menegakkan Hukum-hukum Internasional. Jadi dapat dikatakan bahwa berlakunya ketentuan pidana Indonesia dapat dibatasi oleh Hukum Internasional.

Dalam hal ini hukum suatu negara tidak berlaku bagi seseorang dari negara asing yang menurut Hukum Internasional diberikan hak exterritorial yaitu tidak boleh diganggu gugat sehingga ketentuan-ketentuan pidana suatu negara ( Indonesia ) tidak berlaku kepadanya dan seseorang dari negara asing tersebut hanya tunduk pada undang-undang negaranya sendiri. Misalnya seperti Kepala Negara Asing yang berkunjung ke Indonesia, Para Konsul, Pasukan tentara asing, dan lain-lain.

Walaupun diberikan hak exterritorial, bukan berarti mereka dapat bertindak sesuak hatinya di Indonesia. Memang mereka tidak dapat dituntut pidana di Indonesia, namun pelanggaran atau kejahatan yang mereka perbuat dapat diajukan pengaduan kepada pemerintah di negaranya dan dapat dilakukan penuntutan.


Setelah kita mengetahui apa maksud berlakunya hukum pidana menurut tempat, selanjutnya kita akan memasuki pembahasan asas-asasnya. Namun saya hanya akan membahas satu asas saja terlebih dahulu yaitu mengenai "Asas Teritorial" dan mengenai ketiga asas lainnya akan saya bahas di artikel yang selanjutnya. 

Asas Teritorial

Asas teritorial menjadi sebuah dasar bahwa hukum pidana suatu negara berlaku pada wilayah negara itu sendiri. Asas ini diatur dalam Pasal 2 dan 3 KUHP. Pasal 2 KUHP tersebut berisi "Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yang dalam Indonesia melakukan suatu perbuatan yang boleh dihukum". Asas teritorial ini merupakan asas yang sangat penting karena sebagai dasar kedaulatan hukum suatu negara.

Apabila ada seseorang yang berada di wilayahnya melakukan suatu perbuatan yang dilarang yang diancam dengan undang-undang negara itu, maka perbuatan tersebut merupakan suatu pelanggaran atas ketertiban hukum negara, dan oleh karena itu negara berhak untuk melakukan penjatuhan hukuman terhadap orang tersebut.

Dari asas teritorial diatas, maka perundang-undangan hukum pidana berlaku terhadap semua perbuatan pidana yang terjadi dalam wilayah negara, yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga negara maupun warga negara asing. Menurut asas teritorial ini berlakunya undang-undang hukum pidana difokuskan pada "Tempat" perbuatan di wilayah negara Indonesia dan tidak mensyaratkan bahwa si pembuat harus berada di dalam wilayah tersebut, namun cukup dengan bersalah karena telah melakukan perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah negara Indonesia.

Tempat suatu tindak pidana adalah tempat dimana tindak pidana itu telah dilakukan oleh pelakunya, tapi orang yang melakukan tindak pidana tersebut berada di tempat atau wilayah yang lain yang berbeda dengan tempat dimana tindak pidana itu terjadi. Contohnya A yang berada di Indonesia mengirim sebuah surat kepada B yang berada di negara tetangga, isi surat tersebut berupa penghinaan terhadap si B. Lalu bagaimana mengatasi hal demikian ?

Menurut Satochid Kartanegara, apabila terjadi seperti hal diatas, maka perlu ditinjau asas mengenai "Tempat tindak pidana", Sedangkan undang-undang tidak menjelaskan tentang masalah tempat tindak pidana ini. Oleh karena itu teori mengenai tempat suatu kejahatan dilakukan menjadi amat penting untuk mengatasi persoalan tentang tempat tindak pidana tersebut. Ada beberapa teori mengenai tempat tindak pidana, yaitu :

1. Teori tindakan Badaniah 

Dalam teori ini, untuk menentukan tempat kejadian difokuskan pada tempat dimana pelaku ketika melakukan tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana pada saat itu sudah sempurna. Contohnya A yang melakukan pencurian ( Pasal 362 KUHP ) di sebuah toko B, maka tempat pencuriannya adalah dimana A melakukan dan menyelesaikan perbuatan mencurinya yakni di toko B.

2. Teori Alat

Dalam teori ini, untuk menentukan tempat kejadian adalah tempat dimana alat yang digunakan bekerja dan telah menimbulkan suatu tindak pidana. Contohnya A yang berada di negara Korea selatan melemparkan sebuah tali yang telah bersimpul bulatan diujungnya untuk menjerat seekor rusa yang berada di negara Korea utara. Kemudian rusa tersebut ditarik hingga sampai ke wilayah Korea selatan agar dapat dimiliki si A. Dengan demikian, tindak pidana dianggap telah terjadi di negara Korea utara karena tali tersebut bekerja di area negara Korut. Maka dari itu pelaku dapat dihukum dengan ketentuan pidana di Korea utara.

3. Teori Akibat

Dalam teori ini, untuk menentukan tempat tindak pidana adalah tempat dimana tindak pidana itu menimbulkan suatu akibat. Contohnya jika A yang berada di Indonesia mengirimkan minuman yang beracun kepada B yang berada di malaysia dimana minuman tersebut mengakibatkan kematian bagi si B. Maka yang dianggap tempat terjadinya kejahatan tersebut adalah Malaysia.


Pasal 3 KUHP memperluas cakupan berlakunya asas teritorial dengan menganggap bahwa kendaraan air menjadi ruang berlakunya hukum pidana. Pasal 3 KUHP tersebut yakni "Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia". Pasal ini merupakan perluasan dari Pasal 2 KUHP. mengenai kendaraan air dapat dilihat dalam Pasal 95 KUHP.

Dalam Pasal 3 tersebut bukanlah berarti memperluas wilayah Indonesia, melainkan memperluas berlakunya asas teritorialitas atau dengan kata lain memperluas berlakunya hukum pidana Indonesia. Maksud dalam Pasal 3 tersebut adalah agar seseorang yang berada di kapal Indonesia, melakukan tindak pidana diluar wilayah Indonesia ( Perairan bebas ) tidaklah ia lepas dari tuntutan hukum dengan alasan bahwa ia melakukan tindakan tersebut di perairan bebas yang wilayahnya bukan milik negara manapun.


Nah itulah mengenai berlakunya hukum pidana menurut tempat terutama mengenai "Asas Teritorial". Untuk pembahasan mengenai ketiga asas lainnya dapat dilihat di artikel saya yang selanjutnya. 
Semoga artikel saya dapat membantu kamu untuk memahami dunia hukum terutama mengenai asas teritorial, apabila memiliki pertanyaan atau ilmu yang ingin dibagikan dapat dilakukan di kolom komentar. Terima Kasih !

Baca : Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat ( 2 )


Referensi :

Mohammad Ekaputra. 2017. Dasar-Dasar Hukum Pidana edisi 2. Medan : USU Press

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Silahkan berikan komentar dengan bahasa yang baik dan benar
EmoticonEmoticon