Senin, 02 Oktober 2017

Sumber-sumber Hukum

Tags


Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum merupakan hal yang paling utama dalam melihat perwujudan hukum itu sendiri. Jika ada sumber hukum, maka sudah pasti juga ada hukum. Dengan kata lain, sumber hukum dapat diartikan sebagai segala hal yang dapat melahirkan aturan yang bersifat mengikat dan memaksa sehingga apabila dilanggar maka akan mengakibatkan sanksi bagi yang melanggarnya. Untuk lebih mudah memahaminya, sumber hukum dapat disebut juga sebagai asal mula hukum.


Macam-macam Sumber Hukum  

Para ahli memandang sumber hukum menjadi dua macam, yaitu sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam formal. Untuk mudah memahaminya mari kita bahas satu per satu.


A. Sumber hukum dalam arti materiil   
Cara mudah mengingat Hukum Materiil

Sumber hukum dalam arti materiil adalah suatu keyakinan dan pendapat umum yang menentukan isi hukum itu. Dengan kata lain, keyakinan anggota masyarakat dan pendapat-pendapat hukum dapat menjadi sumber hukum materiil. Sumber hukum materiil juga merupakan kaidah penuntun dalam perumusan norma yang ada dalam sumber hukum formal. Di Indonesia yang menjadi sumber hukum materiil adalah Pancasila yang merupakan norma hukum tertinggi dan menjadi pokok kaidah negara yang fundamental (Dasar).

Dengan demikian, maka segala peraturan perundang-undangan yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan jika ada peraturan yang bertentangan maka dengan sendirinya peraturan tersebut tidak boleh berlaku. Sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut  dan sisi tergantung dari bagian mana kita ingin mengetahuinya. Hal ini dapat kita lihat antara lain :

1. Sumber hukum dari ahli Sejarah
Para ahli sejarah memaknai sumber hukum dalam dua arti yaitu :
a) Sumber pengenalan hukum, yaitu semua tulisan, dokumen, dan lain sebagainya. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui hukum bangsa pada suatu waktu, misalnya Undang-undang dan sebagainya.
  
b) Setelah melihat dan menggunakan dokumen, keterangan, dan sebagainya yang memuat Undang-undang membuat ia memungkinkan mengetahui hukum yang berlaku sekarang.

2. Sumber hukum dari ahli Filsafat
Menurut seorang filsafat sumber hukum juga harus dilihat dalam dua pengertian yaitu :
a) Ukuran yang harus dipakai agar menjadi hukum dengan melihat apa hukum tersebut telah adil atau tidak

b) Dengan mengetahui mengapa kita harus menaati hukum, misalnya karena hukum berasal dari Tuhan, masyarakat, dan penguasa.

3. Sumber hukum dari ahli Sosiologis
Bagi ahli Sosiologis, Sumber hukum adalah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif. Maksudnya dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi, agama, maupun psikologis.

4. Sumber hukum dari ahli ekonomi
Menurut ahli ekonomi, sumber hukum ialah apa yang terlihat di ruang lingkup kehidupan ekonomis. Misalnya sebelum pemerintah mengatur tentang persaingan dagang maka ahli ekonomi harus mengetahui terlebih dahulu apa yang akan dirasa perlu dan tidak perlu dalam persaingan tersebut.


B. Sumber hukum dalam Formal    
Cara mudah mengingat Hukum Formal

Sumber hukum dalam formal ialah sumber hukum yang berkaitan dengan cara pembentukkan hukum  yang peraturannya dimasukkan ke dalam suatu bentuk sehingga sumber hukum itu menentukan berlakunya hukum, mengikat, dan ditaati. Sumber-sumber hukum formal ini dituangkan dalam bentuk Undang-undang, Kebiasaan, Yurisprudensi, Traktat, dan Doktrin. Untuk penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Undang-undang
Undang- undang adalah suatu peraturan negara yang tertulis dan dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang (DPR bersama-sama dengan Presiden) yang sifatnya itu mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a) Undang-undang dalam arti materiil

Undang-undang dalam arti materiil adalah seluruh peraturan/keputusan tertulis yang dibuat pemerintah yang isinya mengikat secara umum atau dengan kata lain mengikat setiap penduduk. Keputusan pemerintah tersebut dikatakan Undang-undang jika dilihat dari segi isinya dan juga materinya karena dapat mengikat secara umum (Materiil). Contohnya dalam UUD 1945, Pasal 5 ayat (2) menentukan: "Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya". Peraturan tersebut dapat dikatakan Undang-undang dalam arti materiil karena isinya mengikat penduduk yang dikenai peraturannya.

b) Undang-undang dalam arti Formal

Undang-undang dalam arti formal adalah keputusan/peraturan tertulis yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang memiliki wewenang (DPR bersama-sama dengan Presiden) dan merupakan undang-undang karena bentuk dan cara terjadinya. Maksudnya adalah setiap keputusan pemerintah jika dilihat dari segi bentuk terjadinya dan cara pembuatannya dapat dikatakan sebagai Undang-undang. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1), menegaskan bahwa kekuasaan membentuk Undang-undang dilakukan oleh Presiden dengna persetujuan DPR. Dengan demikian hanya keputusan Presiden dan DPR-lah yang dapat menjadi Undang-undang (Formal).

Undang-undang dalam arti formal ini berlaku dan mengikat jika:
- Dibentuk tertulis
- Berdasarkan tata cara pembuatannya (Pasal 20 ayat 1)
- Diundangkan dalam Lembaran negara (LN) oleh Menteri/Sekretaris Negara. Ini merupakan syarat mutlak. (Baca Juga : Perbedaan Lembaran Negara & Berita Negara)
- Undang-undang itu berlaku menurut tanggal yang ditentukan
-Jika tidak disebutkan tanggal mulai berlakunya, maka Undang- undang ini mulai berlaku 30 hari setelah diundangkan dalam Lembaran Negara untuk daerah Jawa, dan untuk daerah lainnya berlaku 100 hari setelah diundangkan.

Undang-undang  dinyatakan tidak berlaku lagi jika:
- Jangka waktu berlakunya telah habis.
- Hal-hal atau objek yang diatur dalam Undang-undang itu sudah habis masa berlakunya (misalnya Undang-undang darurat perang)
- Dicabut oleh pembentuknya atau instansi yang lebih tinggi.
- Telah ada Undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan Undang-undang yang lama.
- Bertentangan dengan Yurisprudensi tetap.


2. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama dan jangka waktu yang lama. Apabila suatu kebiasaan tersebut dilakukan terus-menerus dan jika dilanggar maka akan menimbulkan pelanggaran yang membuat timbul lah suatu kebiasaan hukum tersebut. Jadi kebiasaan itu mempunyai kekuatan mengikat secara normatif karena dilakukan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan kesadaran diri bahwa hal itu memang patut dilakukan.

Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa kebiasaan dapat menjadi hukum jika memenuhi syarat-syarat yakni:

a)  Syarat materiil yakni adanya kebiasaan atau tingkah laku yang diulang, yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama, yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.

b) Syarat intelektual yakni kebiasaan itu harus menimbulkan opinio necessitatis (keyakinan umum) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.

c) Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan dilanggar.

Walaupun demikian, hukum kebiasaan tentu memiliki kelemahan dalam proses penegakkan hukumnya karena hukum kebiasaan sifatnya tidak tertulis, dan tidak dapat menjamin kepastian hukum.


3. Yurisprudensi

Istilah Yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia (bahasa Latin) yang berarti "Pengetahuan Hukum". Dalam bahasa Inggris Jurisprudence artinya ilmu hukum atau ajaran hukum umum atau teori hukum umum. Sedangkan kata Yurisprudensi dalam istilah Indonesia memiliki arti yang sama dengan Jurisprudentie (bahasa Belanda) dan Jurisprudence (bahasa Perancis) yaitu "Peradilan tetap" atau "Hukum peradilan".

Menurut Prof. Subekti, yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah "putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang telah berkekuatan hukum tetap". Sedangkan menurut C.S.T Kansil, Yurisprudensi adalah "Keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama". Dengan demikian maka Yurisprudensi merupakan keputusan hakim yang diikuti oleh hakim lainnya.

Alasan diperlukannya Yurisprudensi adalah karena Hakim harus menangani perkara dan tidak boleh menolak perkara dengan alasan bahwa belum diatur hukumnya atau kurang jelas hukumnya. Maka hakim diminta untuk menemukan hukum karena dianggap mengetahui hukum berdasarkan ilmu pengetahuannya.

Adapun sebab seorang hakim menggunakan putusan hakim lain yakni:

a) Pertimbangan psikologis, karena keputusan hakim mempunyai kekuasaan/kekuatan hukum terutama keputusan dari pengadilan tinggi atau dengan kata lain keputusan hakim yang lebih tinggi maka diturut oleh hakim lainnya.

b) Pertimbangan praktis, apabila tidak mengikuti hakim yang lebih tinggi, bisa saja salah satu pihak mengajukan banding.

c) Memiliki pendapat yang sama.


4. Traktat

Jika dua orang mengadakan kata sepakat, maka mereka telah melakukan perjanjian. begitu juga dalam pergaulan negara-negara saling berhubungan pasti memiliki perjanjian satu sama lain. Jika telah mengadakan perjanjian maka kedua belah pihak saling terikat pada isi perjanjian. hal ini disebut pacta sun servanda yang berarti, bahwa perjanjian tersebut mengikat pihak-pihak yang mengadakannya dan harus ditaati dan ditepati.

Traktat merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang sifatnya mengikat negara tersebut. Apabila Traktat dilaksanakan oleh dua negara maka dinamakan Traktat Bilateral, dan bila dilaksanakan lebih dari dua negara maka disebut Traktat Multialteral. contoh Traktat Bilateral yaitu perjanjian persahabatan antara RI dengan Malaysia, dan Traktat Multilateral yaitu perjanjian Indonesia dengan pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti negara lainnya.


5. Doktrin Hukum

Doktrin berasal dari kata Doctor yang dalam bahasa lain berarti Guru. Dengan kata lain Doktrin adalah hukum yang diciptakan oleh orang-orang pandai. Doktrin hukum merupakan pendapat para ahli atau sarjana hukum yang terkemuka. Dalam yurisprudensi, Hakim sering berpegang pada pendapat ahli atau sarjana hukum yang terkemuka yang digunakan sebagai dasar dalam memutus suatu perkara. Dengan demikian, Doktrin merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penemuan hukum yang baru karena hukum semakin lama semakin berkembang dan membutuhkan penemuan-penemuan hukum yang baru.


Semoga tulisan ini dapat memudahkan kamu dalam memahami sumber-sumber hukum baik dari segi Materiil maupun Formal.


Referensi :

Ishaq, S.H., M.Hum. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika

Prof. Chainur Arrasjid, S.H. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika

Muhamad Sadi Is, S.H.I., M.H. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Prenadamedia Group





2 komentar

Aku akan rekomedasikan site ini ke teman-temanku yang maba hukum ya! :D

Terima kasih banyak Justian , semoga artikel ini membantu kamu dalam memahami ilmu hukum.

Silahkan berikan komentar dengan bahasa yang baik dan benar
EmoticonEmoticon